14 November 2017

Blade Runner 2049 (2017)



Di masanya, Blade Runner gagal baik secara pendapatan maupun kritik positifnya. Aura gelap dan alur yang lambat membuat sci-fi ini dianggap membosankan dan dianggap membuang-buang waktu mengingat durasinya yang hampir 2 jam lamanya. Namun seiring waktu, film besutan Ridley Scott ini justru menjadi cult. Tak ada yang berpikir akan membuat sekuel dari film produksi 1982 ini. 

35 tahun berlalu. Dan sekuel Blade Runner akhirnya purna. Ridley Scott mempercayakan penggarapannya pada Denis Villeneuve. Dengan embel-embel 2049 atau masa 32 tahun setelah Blade Runner menjadi pembeda judulnya. Sudah tepatkah DV menjadi suksesor Scott untuk film ini?

K (Ryan Gosling) adalah Blade Runner dalam wujud replicant yang mendapat tugas memensiunkan replicant lain yang dianggap memberontak. Salah satunya adalah Sapper Morton (Dave Bautista). K berhasil melaksanakan tugasnya. Namun akhir dari tugas itu justru membawanya bertanya-tanya tentang jati dirinya.

Akhir tugas itu juga membawanya terhubung ke Rick Deckard (Harrison Ford), seorang Blade Runner yang telah pensiun. Karena berhubungan dengan Deckard, K menjadi buronan oleh perusahaan tempat ia dibuat dan bekerja. Deckard ternyata membawa sebuah rahasia besar.

Joi

Mengapa Scott mempercayakan sekuel Blade Runner ke DV? Atmosfer Blade Runner yang dibuat Scott terasa sangat kelam. Tak banyak warna terang di dalamnya. Sementara salah satu ciri khas DV adalah depresif yang biasa ia wujudkan dalam tone warna yang temaram cenderung gelap. 

Dan hasilnya, Blade Runner 2049 telah memuaskan Scott. Namun DV tak hanya melulu menampilkan warna gelap dan abu-abu saja. Tetapi ia juga menyesuaikan masa depan dystopia itu dengan menambahkan warna kekinian semisal krem ataupun oranye. Untuk sinematografi, Blade Runner 2049 telah terekspektasi dengan baik.

Bagaimana dengan cerita? sama seperti prekuelnya, pacing Blade Runner 2049 juga slow. Bila ada kebosanan dari segi script, itu dimaksudkan untuk membangun karakter yang ada. Namun cerita di sekuel ini lebih beragam. Ada assistant personal daalam wujud virtual bernama Joi (Ana de Armas). Bahkan Joi lah yang terus berusaha memberi warna dan menghangatkan atmosfer kelam Blade Runner 2049.

Salah satu yang membuat Blade Runner 2049 tetap kuat adalah scoringnya. Benjamin Wallfisch dan Hans Zimmer telah melakukan tugasnya dengan baik. Sekilas, scoring mereka mirip seperti komposer kesayangan DV, Johan Johannsson di Arrival yang depresif itu. Bass-nya nendang banget sehingga penonton serasa terprovokasi dentumannya.

Nexus 8, Isn't it?

Untuk dapur pelakonnya, Ryan Gosling telah melakukannya dengan baik. Mimik mukanya benar-benar dibuatnya apik, datar untuk sebuah Replicant. Harrison Ford juga sebelas dua belas, tetap prima pada penampilannya. Sementara Joi Armas menjadi penerang kelamnya Blade Runner 2049, maka Sylvia Hoeks (Luv) menjadi villain yang tak buruk.

Blade Runner 2049, meski terekspektasi dengan baik namun ini bukan karya terbaik dari seorang DV. Levelnya masih di bawah Arrival.

No comments:

Post a Comment